Sebuah bangunan putih ramping kecil 15 meter menjulang, dahulu disebut de witte paal atau juga tugu golong gilig, persis terletak di jantung kota Yogyakarta antara kraton terhubung Jalan Malioboro menuju Gunung Merapi di utara terdapat tetenger yang dinamakan Tugu, sebagai titik pusat didirikannya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat tahun 1755. Di dalam rangkaian wisata Yogyakarta dengan Malioboronya, titik pusat dimaksud tepat mengawali langkah wisatawan menuju spirit sejarah Jogja yang sebenarnya. Tidak berlebihan tugu golong gilig bagi Kraton sejatinya merupakan roh kebudayaan dan kemasyarakatan yang menghubungkan penciptaan kepada Al-Khaliq. Waktu terus berjalan, sebagaimana guide terus memandu para pejalan rimba sejarah dan kraton monumental ini.
Terus ke utara setelah menyeberang rel ganda stasiun kereta api adalah daerah yang amat terkenal bagi wisatawan yaitu Jalan Malioboro, mengingatkan nama Benteng Malbourough di Bengkulu yang diambil dari Herzog Von Malbourough. Dua nama ini berhubungan satu sama lain, sebagai pengaruh kedatangan bangsa asing beserta budaya mereka ke wilayah nusantara, hanya saja sampai di Yogyakarta nama spanyol berubah menyesuaikan lidah Jawa menjadi Malioboro.
Malioboro
tidak pernah sepi oleh kegiatan wisata, di kanan kiri jalan sepanjang
1,5km terdapat pertokoan dan pedagang kaki lima sentra aneka produk
kerajinan masyarakat. Produk Kaos Dagadu misalnya ditemui di Lt.bawah Mal Malioboro tepat di depan Gramedia Book Store. Di malam hari banyak pula pendatang menghabiskan waktu untuk santap malam dengan lesehan di suasana terotoar sepanjang jalan, mengingatkan sebuah lagu Katon Bagaskara berjudul Yogyakarta yang terkenal tahun 2000-an. Di jalan ini pula terletak pusat pemerintahan Kepatihan dan Hotel Inna Garuda yang dibangun di masa Belanda. Tidak lengkap datang ke Jogja saat ini tanpa mengunjungi Tugu Malioboro di waktu malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar